Surabaya (mediabidan.com) –
Dewasa ini, Indonesia tengah banyak dilanda bencana alam dalam skala yang cukup
besar. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya musibah massal. Oleh karena
itulah penanganan terhadap korban merupakan hal penting yang harus diutamakan.
Setidaknya korban ada 2 macam, yakni korban yang masih hidup
dan korban yang telah meninggal, maka dalam penanganannya pun memiliki cara dan
teknik yang berbeda.
Jika selama ini, penitikberatan penanganan korban bencana
alam hanya pada korban yang masih hidup, maka sebenarnya hal ini tidak
sepenuhnya tepat. Menurut dokter spesialis forensik RSUD Dr. Soetomo Prof. Dr.
Med. H.M. Soekry EK, dr,SpF(K), DFM, penanganan korban bencana alam yang telah
meninggal seharusnya juga menjadi prioritas.
Dikatakannya, pentingnya penanganan korban yang telah
meninggal tersebut lebih terkait pada keluarga dan kerabat yang ingin sesegera
mungkin memastikan korban yang meninggal tersebut adalah keluarganya atau
bukan. ”Di sinilah peran Disaster Victim Identification (DVI),” tegasnya.
Terkait dengan hal tersebut, maka peran evakuasi dan
identifikasi seharusnya tidak dibebankan pada Badan Nasional Penanganan Bencana
(BNPB) saja, melainkan juga dituntut peran aktif dari tenaga-tenaga kesehatan
yang lainnya, seperti dari pihak Dinas Kesehatan dan puskesmas-puskesmas
terdekat.
Oleh karena itulah, dalam Pendidikan dan Pelatihan DVI yang
diselenggarakan di Gedung Pusat Diagnostik Terpadu (GPDT) lantai 3 RSUD Dr.
Soetomo 10-11 Desember 2010 lalu itu memang ditekankan kepada tenaga-tenaga
medis, khususnya dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan tenaga-tenaga kesehatan
dari Puskesmas. ”Kalau bukan mereka siapa lagi. Sudah waktunya mereka juga
dibekali kemampuan dasar identifikasi,” tegas Soekry.
Dijelaskannya, ada 5 tahapan DVI, yakni penatalaksanaan TKP,
jenazah dibawa dan diperiksa di rumah sakit, pengumpulan antemortem,
pengumpulan post mortem, pencocokan data antemortem dengan post mortem. Menurut
Soekry, inti dari DVI adalah antemortem dan postmortem.
Antemortem adalah data jenazah sebelum meninggal yang
didapatkan dari keluarga korban, sedangkan postmortem adalah data setelah
korban meninggal. ”Setelah antemortem dan post mortem terkumpul, dilakukan
pencocokan antara kedua data tersebut,” terang Soekry.
Sedangkan metode yang bisa dipakai adalah metode primer dan
sekunder. Metode primer meliputi data genetik jenazah yang berupa sidik jari,
susunan gigi, DNA, dsb. Sedangkan metode sekunder berupa ciri-ciri fisik
korban, foto, baju, dsb.
Direktur RSUD Dr. Soetomo Dr.dr. Slamet R. Yuwono, DTM&H.,
MARS, membenarkan bahwa RSUD Dr. Soetomo yang merupakan RS Pusat Tersier
merupakan rumah sakit yang kerap menjadi rujukan bagi pasien dari RS atau
puskesmas dari daerah sekitar, termasuk untuk keperluan identifikasi jenazah
korban bencana.”Oleh karena itulah bantuan tenaga medis untuk ini penting
sekali,” ujarnya. (Arif Junianto/mas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar