Rabu, 25 Januari 2012

Indonesia Negara Rawan Bencana


Indonesia merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia demikian menurut United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR; Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana). Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan rawan terjadi di Indonesia.
Bahkan untuk beberapa jenis bencana alam, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang menjadi korban meninggal akibat bencana alam. Inilah yang menasbihkan Indonesia sebagai negara dengan resiko dan dampak bencana alam tertinggi di dunia.
Dari berbagai jenis bencana alam, United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR) merangking jumlah korban pada 6 jenis bencana alam yang meliputi tsunami, tanah longsor, banjir, gempa bumi, angin topan, dan kekeringan.
Dan dari keenam jenis bencana alamtersebut, Indonesia menduduki peringkat pertama pada dua bencana alam yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat ketiga pada gempa bumi, dan peringkat keenam pada banjir. Hanya di dua bencana alam yakni kekeringan dan angin topan, Indonesia ‘absen’.
Sisa bencana alam banjir bandang di Pidie NAD, Maret 2011

Berikut peringkat negara terdampak bencana alam selengkapnya:

·        Bencana alam tsunami; Dari 265 negara Indonesia peringkat pertama dengan 5.402.239 orang terkena dampaknya. Mengalahkan Jepang (4.497.645 korban), Bangladesh (1.598.546 korban), India (1.114.388 korban), dan Filipina (894.848 korban).
·        Bencana alam tanah longsor; Dari 162 negara Indonesia peringkat pertama dengan 197.372 orang terkena dampaknya. Mengungguli India (180.254 korban), China (121.488 korban), Filipina (110.704 korban), dan Ethiopia (64.470 korban)
·        Bencana alam gempa bumi. Dari 153 negara Indonesia meraih peringkat ketiga dengan 11.056.806 orang terkena dampaknya setelah Jepang (13.404.870) dan Filipina (12.182.454). Dua peringkat di bawah Indonesia adalah China (8.139.068) dan Taiwan masing-masing dengan 8.139.068 dan 6.625.479 korban.
·        Bencana alam banjir; Dari 162 negara Indonesia berada diurutan ke-6 dengan 1.101.507 orang yang terkena dampaknya. Peringkat sebelumnya berurutan diduduki oleh Bangladesh (19,279,960 korban), India (15.859.640), China (3.972.502), Vietnam (3.403.041), dan Kamboja (1.765.674).
·        Bencana alam angin topan; Ranking pertama dikuasai Jepang dengan 22.548.120 korban disusul oleh Filipina, China, India, dan Taiwan.
·        Bencana alam kekeringan; Peringkat pertama adalah negara China dengan 71,297,700 disusul India, Amerika Serikat, Pakistan, dan Ethiopia.
Karena Indonesia menjadi salah satu negara yang rawan bencana alam, Indonesia musti mempunyai standar penanganan yang baik terhadap dampak bencana alam. Mengingat bencana alam yang terjadi selain disebabkan oleh faktor alam juga oleh faktor manusia yang merusak alam, maka sudah sepatutnya kita bertindak lebih arif terhadap alam.

Senin, 28 November 2011

Kearifan Budaya membaca Bencana


Peristiwa alam yang memakan korban manusia disebut bencana, sedangkan peristiwa alam yang tidak berakibat pada manusia bukan merupakan bencana. Budaya masyarakat kita ternyata sudah memiliki cara membaca bencana. Perlu dipadukan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Kitab Alqur’an surat QS Al Hadid, 22-24 menyatakan sebagai berikut: “TIADA SUATU PUN BENCANA YANG MENIMPA DI BUMI INI ATAU PADA DIRIMU SENDIRI, MELAINKAN SUDAH ADA “KITAB” (CATATAN/BLUE PRINT) SEBELUM KAMI (TUHAN) MEWUJUDKANNYA. SUNGGUH BAGI ALLAH, YANG DEMIKIAN ITU MUDAH”
Apa yang kita pahami dari ayat ini? Saya memahaminya sebagai berikut: Bahwa yang disebut musibah, bencana atau penderitaan semuanya sudah ada cetak biru sebelum semua yang ada ini diciptakan. Tidak ubahnya seorang arsitek yang membuat gambar bangunan sebelum bangunan itu dibangun.
Bedanya: CETAK BIRU BENCANA ITU YANG MEMBUAT MANUSIA SENDIRI. TUHAN yang Maha Kuasa memberikan IRADAT-NYA kepada kita. Dan Dia tidak merugikan manusia sekecil apapun. Ruh manusia sebelum diadakan di dunia ini, berdiskusi dan bernegosiasi dengan Tuhan. Manusia mendapatkan hak prerogratif untuk hidup berdasarkan hukum alam. Inilah saat cetak biru itu dibuat. Cetak biru itu menentukan masa kini dan masa depan manusia.
Kita sekarang ini adalah wujud cetak biru kita di masa lalu. Masa depan adalah wujud cetak biru kita di masa kini. Semuanya sudah tergambar dalam kitab “hukum alam”. Ini berarti kita telah menyetujui bahwa akan terjadi bencana alam bila kita melakukan perbuatan A, B, atau C. Jadi kita tidak selayaknya sedih atau senang bila ada BENCANA ALAM.
Kenapa? Sebab itu adalah HASIL PERBUATAN KITA SENDIRI. Maka, hendaknya kita membuat kebajikan dan amal sholeh sekarang agar masa depan kita akan menjadi baik. Ayat kedua menyatakan alasan-alasan logisnya: “HAL INI DIMAKSUDKAN AGAR KALIAN SEMUA TIDAK BERDUKA CITA TERHADAP APA YANG LUPUT DARI USAHAMU, DAN TIDAK TERLALU GEMBIRA TERHADAP APA YANG KAMU DAPATKAN (DI DALAM HIDUP INI). ALLAH TIDAK MENCINTAI ORANG YANG SOMBONG DAN MEMBANGGAKAN DIRI” “MEREKA ADALAH ORANG-ORANG YANG BAKHIL DAN MENYURUH ORANG LAIN BERBUAT BAKHIL. BARANGSIAPA YANG BERALING DARI KEBENARAN, KETAHUILAH ALLAH ITU MAHA KAYA DAN MAHA TERPUJI”
Tuhan pasti tidak merugikan manusia. Tidak pula memaksa manusia itu menerima perjanjiannya. Dia tawarkan dengan sukarela. Apa yang kita terima dalam hidup sekarang ini, merupakan hasil dari pilihan kita sendiri. Kita diberi kesempatan untuk berkarya buat kehidupan di masa yang akan datang. Soal bencana alam sebagai akibat dari perbuatan manusia tersebut ada alasan ilmiahnya. Sesaat, kita barangkali tidak bisa menghubungkan kejadian bencana alam dengan polah tingkah manusia. Padahal dua hal ini sangat erat hubungannya.
Penjelasannya seperti ini: Bencana alam geologi pada umumnya berukuran besar. Bencana alam terbagi menjadi bencana yang disebabkan murni oleh alam, bencana karena ulah manusia, dan terakhir adalah bencana campuran keduanya. Bencana alam geologi terjadi karena dinamisme kerak bumi yang dalam keberadaannya kurang lebih 5 miliar tahun telah secara terus menerus melepaskan energi panas dalam berbagai bentuk. Pelepasan energi ini tidak lebih karena proses pendinginan bumi sehingga kondisinya memungkinkan untuk dihuni oleh makhluk bumi.
Namun manusialah yang  berkontribusi dalam pemanasan global. Hal ini mengakibatkan bencana alam. Dalam lintasan sejarah, bencana alam geologi sangat akrab dengan budaya manusia. Sebagai contoh, pusat kerajaan Mataram yang harus pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur karena letusan gunung Merapi. Contoh lainnya adalah kota Pompeii, sebuah kota zaman Romawi kuno yang hancur karena letusan gunung vesuvius.
Sudah sejak lama Gunung berapi juga dipahami sebagai sumber kekuatan, contoh nyatanya adalah Keraton di Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi yang berada dalam satu garis lurus. Secara kebetulan atau tidak, Gedung Sate yang notabene dibangun oleh Belanda, Tugu Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat dan Gunung Tangkuban Parahu juga berada dalam satu garis lurus.
Gempa bumi yang beberapa saat lalu menimpa saudara-saudara kita di Sumatra Barat adalah contoh bagaimana sebenarnya gempa tidak pandang bulu. Menimpa masyarakat tanpa memandang kasta, agama, ras suku bangsa apapun. Bahkan, yang paling banyak menjadi korban biasanya justeru masyarakat yang secara ekonomi dikategorikan miskin. Ini juga terjadi di Yogyakarta dan bahkan di Kobe Jepang tahun 1955. Kenapa kaum miskin?.
Ini terjadi karena kaum miskin kebanyakan tinggal di wilayah padat dimana fasilitas jalan di sana dan menuju ke sana kurang layak sehingga bantuan tidak segera datang, karena akses yang kurang ideal. Rumah-rumah warga miskin cenderung berada di sekitar gunung, pesisir atau sungai dan terbangun di atas tanah lempung (silt) atau di wilayah reklamasi. Fondasi di daerah seperti itu tidaklah tahan gempa. Hal ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan wilayah hunian kelompok elite, dimana terdapat fasilitas jalan yang bagus dan memadai, rumah-rumah merka berdiri di dataran yang kuat dan sebagainya.
KEARIFAN BUDAYA
Budaya masyarakat biasanya menyesuaikan dengan alam. Budaya adalah kearifan lokal yang bisa dijadikan cara atau alat untuk menyelamatkan diri dari bencana alam. Misalnya bencana tsunani di Aceh 2004. Di Simelue, Aceh kenapa korban yang jatuh di daerah tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan wilayah lain, yaitu hanya sekitar 44 jiwa?
Sebab para orangtua di daerah tersebut telah mengetahui apa yang mereka anggap sebagai pertanda. Jika laut surut tidak seperti biasanya secara mendadak, kemudian banyak ikan yang menggelepar di garis pantai, maka akan terjadi bencana. Para tetua di sana kemudian memerintahkan agar penduduk Simeleu untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi..
Budaya berkaitan dengan alam. Bahkan dalam banyak peradaban, dikenal ilmu perbintangan dan penanggalan berdasarkan fenomena alam. Misalnya, masyarakat Sunda yang mempunyai kalender Kala Sunda dan masyarakat Jawa memiliki Kalender Pranata Mangsa. Kalender-kalender tersebut tidak hanya sebagai penanda waktu seperti kalender sekarang, namun lebih dari itu, terdapat makna dalam waktu-waktu tertentu.
Dalam Saka Sunda dikenal Kasa pada sekitar Januari, dimana angin bertiup dari barat dan diperkirakan racun terbang tertiup angin. Ciri-cirinya adalah: hujan terus menerus, sumber-sumber air menjadi besar, sungai-sungai banjir. Pohon-pohon yang masih berbuah adalah: Durian, Kepundung, Salak, Nangka Belanda, Lengkeng dan Gandaria. Pada masa ini burung-burung akan sulit mencari makan, makanya akan terjadi migrasi. Untuk petani, kegiatan yang harus dilakukan adalh memperbaiki pematang sawah yang hancur akibat banjir.
Namun berbagai kalender yang disusun oleh para leluhur itu, agaknya kini sudah kurang cocok diterapkan lagi. Ulah tingkah manusia modern yang gemar mengeksploitasi alam habis-habisan membuat pergerakan alam susah untuk dibaca. Kalender itu meskipun kini kurang cocok, namun tidak serta merta harus ditinggalkan.
Kearifan lokal perlu diuji secara empirik dan dikembangkan sehingga menjadi masukan besar bagi pengetahuan, khususnya penanggulangan bencana alam. Sementara itu, manusia yang merupakan “makrokosmos” (lebih besar dari pada alam karena besar/kecilnya alam secara metafisis batiniah ditentukan oleh diri manusia) terap harus berkaca diri: dialah sumber bencana yang sesungguhnya.

Rabu, 23 November 2011

MENGELOLA LUKA BAKAR



Luka bakar merupakan suatu kelainan akibat trauma yang sampai sekarang belum tertangani dengan baik. Unit LUKA BAKAR di rumah sakit tidak hanya menangani pasien yang terkena api tetapi juga air panas, bahkan apapun yang menyebabkan kulit rusak.

Menurut dr. Imam Susanto SpBP, berat ringannya LUKA BAKAR tergantung pada luas jaringan tubuh yang terkena dan kedalaman luka tersebut. LUKA BAKAR dapat dibagi tiga :
Derajat Pertama:
Kerusakan hanya terjadi di permukaan kulit dan tidak memerlukan perawatan khusus. Misalnya: kulit terbakar akibat berenang.
Derajat dua:
Bisa bersifat dangkal dan dalam. Pada kerusakan kulit yang dangkal, biasanya ditandai dengan gelembung air. Asal bebas dari infeksi sebelum 3 minggu akan sembuh dengan sendirinya. Sementara jika kerusakan kulit terjadi lebih dalam, diperlukan tindakan, sulit sembuh sendiri. Kalaupun sembuh sendiri akan memakan waktu berbulan-bulan dan meninggalkan cacat seperti jaringan parut (keloid)
Derajat tiga:
Kerusakannya lebih dalam dan lebih berat, hampir seluruh lapisan kulit terkena trauma. Bila kulit yang terbakar tidak diangkat akan menimbulkan cacat.
APA YANG HARUS DILAKUKAN
Tindakan pertama yang harus dilakukan ketika kulit terkena panas (api, air panas) adalah dinginkanluka tersebut, dengan menyiramnya dengan air dingin. Langkah berikutnya, keringkan, beri antiseptik, tutup dengan kasa steril, bawa ke rumah sakit. “Jika ada vaselin, olesi dengan vaselin. Tetapi kalau terjadi lepuhan, jangan dipecahkan,” saran Imam.
LUKA BAKAR RINGAN
Jika dimungkinkan, lepaskan semua perhiasan, karena kulit yang terbakar, dapat membengkak; dan juga lepaskan pakaian dari daerah yang terkena karena dapat melekat ke kulit dan mengakibatkan kerusakan yang lebih berat.
Jika luka bakar itu terasa sangat sakit, mungkin itu hanya mengenai permukaan kulit saja. Anda harus segera mengurangi rasa sakit itu dengan mendinginkannya dengan air selama 10 menit, atau lebih jika rasa sakit itu masih ada.
Tutupi luka bakar itu dengan kain steril.
Setelah pertolongan pertama diberikan, bawalah korban segera ke dokter atau ke ruang gawat darurat di rumah sakit terdekat.
LUKA BAKAR BERAT
Seseorang yang terbakar pada sebagian besar tubuhnya – tangan, paha, atau dada – dapat mengalami syok dan harus segera dibawa ke rumah sakit.
Baringkan si korban, lebih baik di atas karpet atau alas kain untuk mencegah bagian kulit yang terbakar menyentuh lantai.
Jika memungkinkan, lepaskan cincin, jam tangan atau baju yang ketat sebelum kulit yang terbakar itu membengkak.
Lepaskan bajunya lalu rendam dalam air yang mendidih. JANGAN lepaskan apa saja yang melakt di luka bakar tersebut.
Hubungi ambulans atau bawa si korban ke ruang gawat darurat di rumah sakit terdekat.
Tutupi kulit yang terbakar tersebut dangan kain yang bersih dan tidak berbulu. Pasang kain tersebut dengan baik.
Untuk luka bakar pada wajah, buatlah topeng dengan menggunakan sarung bantal yang bersih dengan membuat lubang untuk bagian hidung, mulut dan mata.
ALIRAN LISTRIK
Jika seseorang terkena aliran listrik dan Anda tidak dapat mematikannya, jangan langsung menyentuh orang tersebut. Lebih baik, sentuh dia dengan menggunakan bahan yang terbuat dari kayu (misalnya: gagang sapu). Jika memungkinkan, pegang penyekat tersebut dengan Koran kering yang terlipat.
Sekitar 85% Luka bakar adalah ringan dan dapat dirawat di rumah. Harus dibawa ke rumah sakit bila :
- Wajah, kedua tangan, daerah genital atau kaki terbakar
- Orang itu tidak dapat dirawat dengan baik di rumah
- Korban berusia di bawah 2 tahun atau di atas 70 tahun
- Organ-organ dalam juga turut terbakar
KEMBANG API
Kembang api memang bagus ditonton, tetapi juga dapat membahayakan. Palang merah Amerika meminta orang-orang untuk menghadiri pagelaran kembang api yang diselenggarakan oleh orang yang terlatih secara professional. Penyalahgunaan kembang api dapat menimbulkan penderitaan yang berat. Kembang api itu mengakibatkan ribuan orang terluka dan meninggal setiap tahunnya. Luka yang terjadi akibat dari panas kembang api yang luar biasa, yang biasanya mengenai mata, kepala, lengan, tangan dan kaki, yang dapat mengakibatkan kebutaan, goresan luka (laserasi), amputasi dan luka bakar. Luka bakar dapat meninggalkan cacat luka parut sepanjang hidup.
Jika Anda terbakar kembang api, tangan atau bagian yang terbakar cuci dengan air dingin yang mengalir dan bersihkan cuci dengan sabun. Jika terjadi lepuhan pada kulit, biarkan saja lalu kompres basah atau dingin. Jika luka bakar itu parah bawalah ke rumah sakit.
Bila mata terkena percikan api atau air panas :
- Bilaslah mata dengan air dingin, selama 10 menit.
- Jika ada benda asing yang melekat di bola mata, misalnya percikan kembang api, tutup mata tersebut dengan kain steril dan bersih. JANGAN mencoba untuk mengambil benda tersebut.
- Bila mata terluka Anda harus segera mencari pertolongan tenaga medis.
MENANGANI KORBAN LUKA BAKAR
Idealnya untuk luka bakar ada unit khusus yang menangani, karena membutuhkan penanganan yang kompleks. Melibatkan berbagai bidang spesialisasi dalam bentuk tim; ahli gizi, rehabilitasi medik, patologi klinik, dan membutuhkan kamar operasi intensive care unit. Sementara selama ini yang menangani luka bakar baru dokter bedah saja.
Di unit Pelayanan Khusus Luka Bakar ‘Prof. Dr. Munajat Wiratmadja’, RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta menurut Imam kebayakan pasien yang datang akibat kecelakaan rumah tangga. “Api menduduki peringkat pertama, yang kedua air panas.” Selama ini cara yang digunakan untuk penderita luka bakar umumnya masih bersifat konservatif. Pertama penderita diinfus sebagai pengganti cairan tubuh yang banyak terbuang, setelah masa kritis lewat, setiap hari luka dibersihkan secara teratur. Faktor gizi juga sangat berperan, karena penderita luka bakar telah banyak kehilangan protein. Sekitar 3-4 hari sesudah perawatan, kulit yang mati harus diangkat. Dan yang paling penting harus dijaga untuk selalu steril karena kulit dalam keadaan ‘terbuka’ sangat rentan terhadap infeksi. Penderita luka bakar yang terlambat mendapat cairan pengganti atau mengalami infeksi setelah perawatan, tak jarang dapat meninggal.
Penanganan luka bakar memang terus dikembangkan, Imam mencontohkan penanganan luka bakar di Singapura, Hongkong, dan Thailand yang sudah mulai menerapkan ‘tissue culture’. Bagian kulit yang sehat diambil dan dikultur (dikembangbiakkan) selama 3 minggu, sampai berlipat-lipat jumlahnya. Lalu baru ‘ditanam’ kembali ke tubuh penderita.
sumber: kafegaul

Kamis, 03 November 2011

MENCARI SOLUSI PENANGANAN BENCANA KEBAKARAN DI ASIA TENGGARA






Di akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998, dunia dapat menyaksikan dan mengamati betapa sedih dan mengerikan pada saat api membinasakan berjuta-juta hektar hutan tropika di Indonesia. Peristiwa kebakaran yang merusak tersebut mengakibatkan terjadinya lintasan panjang di Pulau Sumatera dan Kalimantan, berbentuk selimut asap yang tebal dan secara serius membahayakan kesehatan manusia. Kebakaran ini juga membahayakan keamanan perjalanan udara serta menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar di seluruh kawasan.
Meskipun proyek yang berhubungan dengan kebakaran bukan merupakan bagian dari rencana kerja resmi CIFOR, namuan bencana yang terjadi di lingkungan lokasi kerja lembaga ini mendorong timbulnya keprihatinan yang besar para peneliti dan mereka berupaya aktif untuk mengungkap permasalahannya. Penelitian tentang penyebab utama deforestasi yang sedang berjalan saat ini memberikan kewenangan bagi CIFOR untuk dapat memberikan komentarnya tentang dampak kebakaran terhadap hutan di Indonesia. Beberapa anggota peneliti diundang untuk turut serta dalam berbagai pertemuan dan konferensi tentang kebakaran dan melibatkannya dalam upaya yang dilakukan di Indonesia serta negara-negara lainnya untuk mengembangkan strategi penanganan isu-isu kebakaran.
Pernyataan yang berkaitan dengan situasi terbaru kebakaran serta informasi dasar lainnya ditayangkan secara teratur pada lokasi web CIFOR. Akibatnya, CIFOR banyak mendapatkan perhatian baik dari masyarakat maupun media dan dianggap sebagai sumber informasi yang dapat diandalkan. BBC memproduksi sebuah dokumen berisi komentar lebih luas yang diberikan oleh peneliti CIFOR, Dr. William Sunderlin.
Dengan bantuan dari ICRAF, UNESCO, dan European Commision Joint Research Centre, pada tahun 1998, CIFOR mengumpulkan laporan yang memuat latar belakang peristiwa kebakaran tersebut dengan judul "A Review of Forest Fire Project in Indonesia: 1982 – 1998". Buku tersebut merangkum beberapa peristiwa kebakaran penting di kawasan Asia Tenggara yang terjadi selama kurun waktu 2 dasawarsa lalu, pemikiran umum tentang sebab dan dampaknya, serta serangkaian proyek yang menangani masalah kebakaran.
Zaman dahulu, yaitu pada abad ke 15 dan 16, Portugis dan Belanda mencatat adanya kebakaran besar yang terjadi di hutan alam dan lahan gambut di Borneo. Kejadian ini juga disertai dengan kabut yang mencekik dan menyebar luas sejauh lokasi Singapura saat ini. Secara periodik pada tahun 1980 dan 1990’an, kebakaran berarti terjadi di kawasan ini. Tetapi para ahli setuju bahwa kebakaran yang terjadi selama tahun 1997 – 1998 merupakan peristiwa yang paling merusakkan disebabkan musim kering panjang akibat fenomena arus balik El-Nino Southern Oscillation yang bertepatan pula dengan peristiwa perluasan pembukaan lahan untuk hutan tanaman.
Laporan tentang kebakaran yang dikeluarkan CIFOR menunjukan bahwa sebelum tahun 1994, lembaga-lembaga serta pemerintah di seluruh dunia menyediakan bantuan terutama dalam bentuk bantuan darurat (emergency) jangka pendek, dukungan manajemen, serta perlengkapan teknik dan pelatihan. Kebakaran lebih hebat yang baru-baru ini terjadi, bagaimanapun juga, banyak mengundang perhatian dan upaya untuk memahami dan menyoroti penyebab utamanya.
Pada akhir tahun 1997, dimulai suatu prakarsa multi-nasional secara intensif yang memerlukan penggunaan gambaran satelit dengan resolusi tinggi untuk memantau bencana kebakaran serta memetakan kawasan yang terbakar. Pada saat api mulai kembali berkobar, internet akan menyediakan sarana yang mampu menyebarkan informasi terbaru secara cepat tentang bencana alam yang terjadi pada para ilmuwan, pejabat pemerintah, wartawan, negara donor, dan masyarakat banyak. Sejumlah proyek lainnya juga mengangkat masalah keahlian dalam memerangi kebakaran, penerapan kebijakan serta isu lainnya.
Dipenghujung tahun, ilmuwan CIFOR dan ICRAF mengadakan pertemuan dengan perwakilan pemerintah Amerika Seikat untuk merencanakan suatu studi mendalam tentang penyebab dan dampak kebakaran dengan jangka waktu 3 tahun. Kegiatan ini akan dibiayai oleh US Forest Service dan US Agency for International Development. Dalam rangka membantu proses analisa penyebab kebakaran serta penyediaan program-program dasar pengembangan sistem pemantauan kebakaran yang lebih baik, maka akan dilakukan suatu kegiatan yang mengkombinasikan penginderaan jarak jauh dengan kajian kondisi sosial setempat.
Kajian pertama akan dilakukan di dua lokasi dimana kebakaran hutan sering terjadi selama tahun 1997 – 1998, yaitu Lampung di Sumatera dan Kalimantan Timur. US Forest Service akan mengkoordinasikan pengumpulan data penginderaan jarak jauh sedangkan CIFOR dan ICRAF melakukan serangkaian kegiatan penelitian lapangan dalam rangka menyesuaikan data sekunder dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan, mengidentifikasikan praktek pemanfaatan lahan serta menyelidiki faktor-faktor sosial yang mungkin menyebabkan terjadinya kebakaran. Pada akhirnya, kegiatan seperti ini akan diperluas untuk menyelidiki lebih jauh lagi penyebab utama kebakaran hutan.

sumber: http://www.cifor.org