Pada 1883, Krakatau adalah sebuah pulau gunungapi
yang terletak di selat Sunda diantara pulau Jawa dan Sumatera bagian dari
Negara Indonesia yang saat itu masih dikuasai oleh Belanda. Lama tertidur,
Krakatau meletus hingga terdengar ribuan kilometer di seluruh penjuru dunia.
Letusannya dianggap suara terkeras yang pernah terdengar di bumi kala itu. Debu
volkanik dan batuapung terlontarkan ke atmosfer mengakibatkan sebagian besar
dari pulau itu runtuh menghasilkan kaldera. Tsunami menyusul sesudahnya dan menyapu
160 kota dan desa membunuh 40.000 orang di sekitarnya.
Selama lebih dari 3 tahun lamanya aerosol
volkanik yang terjebak di stratosfer menyebabkan atmosfer berubah menghasilkan
perubahan warna matahari terbenam dan terbit, efek warna kebiruan-kehijauan
dan fenomena halo pada matahari dan bulan di seluruh penjuru dunia.
Letusan Krakatau pada 1883 berlangsung lebih dari
sekali. Dimulai dari gempa volkanik yang berlangsung pada minggu pertama bulan
Mei 1883 yang terasa di Jawa Barat. 20 Mei 1883 pukul 10.30 adalah dimulainya
letusan Krakatau pertama kali yang disaksikan oleh kapal perang Jerman
Elizabeth yang melintas di selat Sunda. Tercatat bahwa letusan tersebut
menghasilkan awan debu volkanik hingga ketinggian 11 km dan terasa hingga Batavia
(160 km dari Krakatau) dan pada pukul 14.00 di sekitar selat Sunda pemandangan
menjadi gelap akibat letusan tersebut. Gempa volkanik dan letusan-letusan kecil
terus terjadi pada bulan Mei dan Juni di tahun yang sama.
Pada tanggal 26 Agustus 1883 Krakatau kembali
meletus dan memuntahkan material piroklastik ke lautan di sekitarnya memicu
terjadinya tsunami. Gelombang tsunami menyapu teluk Lampung, Teluk Betong,
Caringin, Anyer dan Merak. Kapal Charles Bal berbendera Inggris yang
melintas di Anyer pada tanggal 27 Agustus pagi melaporkan bahwa kondisi yang
mengenaskan dengan rumah-rumah penduduk hancur, pohon-pohon tercabut dari
akarnya dan mayat-mayat bergelimpangan akibat tersapu gelombang tsunami.
Pada tanggal 27 Agustus 1883 seri letusan
Krakatau kembali terjadi. Tercatat setidaknya terjadi 4 kali letusan besar yang
dimulai pada pukul 5.30 hingga 10.15 dan menghancurkan pulau Krakatau tersebut.
Suara letusan terdengar hingga Australia, Filipina, Sri Lanka dan Pulau
Rodriguez yang jaraknya 4.700 km dari Krakatau. Total debu volkanik dan
piroklastik yang dimuntahkan oleh Krakatau sekitar 30 km3 menghasilkan indeks
letusan (Volcanic Explosity Index) pada angka 6 yang berarti Sangat
Besar. 2/3 dari pulau Krakatau runtuh dan segera setelahnya gelombang tsunami
kembali terjadi menyapu sejauh 4 km di pantai Jawa dan Sumatera. Ketinggian
gelombang tsunami mencapai 15 m – 40 m menghancurkan 165 kampung dan merusakkan
135 lainnya.
Tidak ada yang tahu secara pasti jumlah korban
jiwa akibat letusan Krakatau baik secara langsung maupun tidak langsung. Data
yang dikeluarkan oleh pihak Belanda mencatat 34.417 orang tewas, 90% dari
korban tersebut meninggal akibat tsunami dan 10% lainnya akibat letusan
langsung dari Krakatau. Gelombang tsunami juga meratakan semua sumber
penghidupan masyarakat yaitu perkebunan dan persawahan.
Letusan Krakatau memuntahkan batuapung yang
sangat melimpah hingga memenuhi selat Sunda dan Samudera Hindia. Empat minggu
setelah letusan Krakatau, kapal-kapal yang melintas selat sunda dan Samudera
Hindia selalu menemui kumpulan batuapung menghampar di lautan dan terkadang
menemui mayat manusia atau hewan di atasnya.
Debu dari letusan Krakatau menyebar hingga 2.500
km terbawa angin segera setelah letusan terjadi. Partikel gas dan sulfur
dioksida bergabung dengan hidrogen di stratosfer menghasilkan hujan asam
sulfur. Aerosol yang dihasilkan juga menghalangi sinar matahari dan menurunkan
suhu di 70% belahan dunia walaupun tidak seluas dari letusan Tambora (1815).
Setidaknya 3 tahun lamanya langit dunia membiaskan warna yang tidak biasa dan
adanya efek halo pada matahari dan bulan.
Empat puluh tahun setelah erupsi pada 29 Desember
1927, sejumlah nelayan terkejut dengan dengan kehadiran asap dan semburan gas di
tengah laut pada lokasi erupsi Krakatau terdahulu. Seiring waktu, fenomena
semburan asap dan gas itu berkembang menjadi sebuah gunungapi dengan ketinggian
saati ini tercatat 180 m dan luas area 10 km2 yang diberinama Anak Krakatau.
Anak Krakatau dinobatkan sebagai laboratorium alam menyediakan proses
regenerasi biologi secara natural dari kepunahan Krakatau terdahulu.
Sumber tulisan : Volcanoes in Human History
(2002)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar